KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan Puji beserta syukur kehadirat Allah SWT berkat ridho dan Taogik-Nya
penulis dapat menyelesaikan Karya tulis ini.
Dalam
penyusunan karya tulis ini, penulis memiliki banyak kekurangan baik dalam
materi dan pembahasan, namun atas bimbingan dan dukungan dari segenap pihak
penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak Drs. Ajat
Sudrajat Selaku Kepala SMAN 7 GARUT
2.
Bapak Agus
Kurnadi Jayalaksana, S. Pd selaku pembimbing
3.
Bapak Atip
Purnama selaku wali Kelas XI IPS 3
4.
Semua Pihak yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang senantiasa membantu penyusunan
karya tulis ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang sifatnya membangun guna perbaikan dan penyempurnaan karya tulis
ini.
Bungbulang, Mei 2016
Penulis
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Masalah
Bangsa Indonesia tidak hanyalah dikaruniai tanah air
yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang
mempunyai daya tarik sangat mengagumkan. Budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan
sumber modal yang besar artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan
kepariwisataan.
Candi Borobudur merupakan salah satu objek wisata yang
terletak di desa Borobudur, kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang. Adanya
objek wisata Candi Borobudur diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
daerah dan mendorong masyarakat sekitar meningkatkan tarap perekonomian dengan
menjual barang yang menjadi ciri khas daerah Wisata Candi Borobudur.
Selain keberadaan Objek Wisata Candi Borobudur
berpengaruh terhadap ekonomi para penduduk setempat yang berjualan di sekitar
Candi Borobudur. Objek Wisata Candi Borobudur ini memmpunyai pengaruh terhadap
nilai sejarah, geografi, dan juga sosiologi. Sehingga candi borobudur ini
memiliki suatu karakteristik tersendiri yang mampu mempanguruhi beberapa faktor
kehidupan.
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mengadakan
penelitian terkait dengan keberadaan Objek Wisata Candi Borobudur dan pengaruh
terhadap ekonomi, sejarah, geografos, dan sosologi masyarakat sekitar, sehingga
penulis mengambil judul “Pengaruh dan Perkembangan Candi Borobudur”
2.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah
dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut:
a.
Bagaimana nilai
ekonomis candi borobudur?.
b.
Bagaimana
Sejarah perubahan dan perkembangan candi borobudur?
c.
Bagaimana nilai
geografis dari letak candi borobudur?
d.
Bagimana nilai
sosiologi candi borbudur?
3.
Maksud dan
tujuan
Maksud dan
tujuan dari karya tulis ini adalah:
a.
Mengetahui nilai
ekonomis dari candi borobudur.
b.
Mengetahui nilai
sejarah dari candi borobudur.
c.
Mengetahui nilai
geografis dari letak candi borobudur.
d.
Mengetahui nilai
sosiologi dai candi borobudur.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.
Sejarah Candi
Borobudur
Sekitar tiga ratus tahun lampau,
tempat candi ini berada masih berupa hutan belukar yang oleh penduduk
sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk pertama kalinya, nama Borobudur
diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi,
disebutkan tentang biara di Budur. Kemudian pada Naskah Babad Tanah Jawi
(1709-1710) ada berita tentang Mas Dana, seorang pemberontak terhadap Raja Paku
Buwono I, yang tertangkap di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman mati. Kemudian
pada tahun 1758, tercetus berita tentang seorang pangeran dari Yogyakarta,
yakni Pangeran Monconagoro, yang berminat melihat arca seorang ksatria yang
terkurung dalam sangkar.
Pada tahun 1814, Thomas Stamford
Raffles mendapat berita dari bawahannya tentang adanya bukit yang dipenuhi
dengan batu-batu berukir. Berdasarkan berita itu Raffles mengutus Cornelius,
seorang pengagum seni dan sejarah, untuk membersihkan bukit itu. Setelah
dibersihkan selama dua bulan dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi
semakin jelas dan pemugaran dilanjutkan pada 1825. Pada 1834, Residen Kedu
membersihkan candi lagi, dan tahun 1842 stupa candi ditinjau untuk penelitian
lebih lanjut.
Nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di antaranya Prof. Dr.
Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari dua kata Bhoro dan
Budur. Bhoro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti bihara atau asrama,
sedangkan kata Budur merujuk pada kata yang berasal dari Bali Beduhur yang
berarti di atas. Pendapat ini dikuatkan oleh Prof. Dr. WF. Stutterheim yang
berpendapat bahwa Borobudur berarti Bihara di atas sebuah bukit. Prof. JG. De
Casparis mendasarkan pada Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan tahun
pendirian bangunan ini, yaitu Tahun Sangkala: rasa sagara kstidhara,
atau tahun Caka 746 (824 Masehi), atau pada masa Wangsa Syailendra yang
mengagungkan Dewa Indra. Dalam prasasti didapatlah nama Bhumisambharabhudhara
yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang bagi arwah-arwah leluhurnya.
Bagaimana pergeseran kata itu terjadi menjadi Borobudur? Hal ini terjadi karena
faktor pengucapan masyarakat setempat.
Candi Borobudur dibuat pada masa
Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja
Samarotthungga. Arsitektur yang menciptakan candi, berdasarkan tuturan
masyarakat bernama Gunadharma. Pembangunan candi itu selesai pada
tahun 847 M. Menurut prasasti Kulrak (784M) pembuatan candi ini dibantu oleh
seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat
dihormati, dan seorang pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai
penasihat yang ahli dalam ajaran Buddis Tantra Vajrayana. Pembangunan candi ini
dimulai pada masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya,
dilanjutkan oleh putranya, Samarotthungga, dan oleh cucu perempuannya, Dyah Ayu
Pramodhawardhani.
Sebelum dipugar, Candi Borobudur
hanya berupa reruntuhan seperti halnya artefak-artefak candi yang baru
ditemukan. Pemugaran selanjutnya oleh Cornelius pada masa Raffles maupun
Residen Hatmann, setelah itu periode selanjutnya dilakukan pada 1907-1911 oleh
Theodorus van Erp yang membangun kembali susunan bentuk candi dari reruntuhan
karena dimakan zaman sampai kepada bentuk sekarang. Van Erp sebetulnya seorang
ahli teknik bangunan Genie Militer dengan pangkat letnan satu, tetapi kemudian
tertarik untuk meneliti dan mempelajari seluk-beluk Candi Borobudur, mulai
falsafahnya sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Untuk itu dia
mencoba melakukan studi banding selama beberapa tahun di India. Ia juga pergi
ke Sri Langka untuk melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy,
sampai akhirnya van Erp menemukan bentuk Candi Borobudur. Sedangkan mengenai
landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh Stutterheim dan NJ. Krom, yakni
tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran Mahayana-Yogacara dan ada
kecenderungan pula bercampur dengan aliran Tantrayana-Vajrayana.
Penelitian terhadap susunan bangunan
candi dan falsafah yang dibawanya tentunya membutuhkan waktu yang tidak
sedikit, apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan bangunan-bangunan candi
lainnya yang masih satu rumpun. Seperti halnya antara Candi Borobudur dengan
Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara geografis berada pada satu jalur.
2.
Letak Geografis
Candi Borbudur
Candi Borobudur
terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi
Jawa Tengah. Secara astronomis terletak di 7° 36′
28” LS dan 110° 12′ 13” BT.
Lingkungan geografis Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu
di sebelah Timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara, dan pegunungan
Menoreh di sebelah Selatan, serta terletak di antara Sungai Progo dan Elo.
Candi Borobudur didirikan di atas bukit yang telah dimodifikasi, dengan
ketinggian 265 dpl.
a. Bentuk
Bangunan
Denah
Candi Borobudur ukuran panjang 121,66 meter dan lebar 121,38 meter.
·
Tinggi 35,40
meter.
·
Susunan bangunan
berupa 9 teras berundak dan sebuah stupa induk di puncaknya. Terdiri dari 6
teras berdenah persegi dan3 teras berdenah lingkaran.
·
Pembagian
vertikal secara filosofis meliputi tingkat Kamadhatu, Rupadhatu, dan
Arupadhatu.
·
Pembagian
vertikal secara teknis meliputi bagian bawah, tengah, dan atas.
·
Terdapat tangga
naik di keempat penjuru utama dengan pintu masuk utama sebelah timur dengan
ber-pradaksina
·
Batu-batu Candi Borobudur berasal dari sungai
di sekitar Borobudur dengan volume seluruhnya sekitar 55.000 meter kubik
(kira-kira 2.000.000 potong batu)
b. Candi Borobudur muncul kembali tahun 1814
ketika Sir Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris yang menjadi wali
negara Indonesia mengadakan kegiatan di Semarang, waktu itu Raffles mendapatkan
informasi bahwa di daerah Kedu telah ditemukan susunan batu bergambar, kemudian
ia mengutus Cornelius seorang Belanda untuk membersihkannya. Pekerjaan ini dilanjutkan
oleh Residen Kedu yang bernama Hartman pada tahun 1835. Disamping kegiatan
pembersihan, ia juga mengadakan penelitian khususnya terhadap stupa puncak
Candi Borobudur, namun sayang mengenai laporan penelitian ini tidak pernah
terbit. Pendokumentasian berupa gambar bangunan dan relief candi dilakukan oleh
Wilsen selama 4 tahun sejak tahun 1849, sedangkan dokumen foto dibuat pada
tahun 1873 oleh Van Kinsbergen. Menurut legenda Candi Borobudur didirikan oleh
arsitek Gunadharma, namun secara historis belum diketahui secara pasti.
Pendapat Casparis berdasarkan interpretasi prasasti berangka tahun 824 M dan
prasasti Sri Kahulunan 842 M, pendiri Candi Borobudur adalah Smaratungga yang
memerintah tahun 782-812 M pada masa dinasti Syailendra. Candi Borobudur
dibangun untuk memuliakan agama Budha Mahayana.
c. Pendapat Dumarcay Candi Borobudur didirikan
dalam 5 tahap pembangunan yaitu:
·
Tahap I +
780 Masehi
·
Tahap II
dan III + 792 Masehi
·
Tahap IV
+ 824 Masehi
·
Tahap V +
833 Masehi
penamaannya juga terdapat beberapa pendapat diantaranya:
Raffles: Budur yang kuno (Boro= kuno, budur= nama tempat) Sang Budha yang agung (Boro= agung, budur= Buddha) Budha yang banyak (Boro= banyak, budur= Buddha)
Moens: Kota para penjunjung tinggi Sang Budha
Casparis: Berasal dari kata sang kamulan ibhumisambharabudara, berdasarkan kutipan dari prasasti Sri Kahulunan 842 M yang artinya bangunan suci yang melambangkan kumpulan kebaikan dari kesepuluh tingkatan Bodhisattva.
Raffles: Budur yang kuno (Boro= kuno, budur= nama tempat) Sang Budha yang agung (Boro= agung, budur= Buddha) Budha yang banyak (Boro= banyak, budur= Buddha)
Moens: Kota para penjunjung tinggi Sang Budha
Casparis: Berasal dari kata sang kamulan ibhumisambharabudara, berdasarkan kutipan dari prasasti Sri Kahulunan 842 M yang artinya bangunan suci yang melambangkan kumpulan kebaikan dari kesepuluh tingkatan Bodhisattva.
Poerbatjaraka: Biara di Budur (Budur= nama tempat/desa)
Soekmono dan Stutertheim: Bara dan budur berarti biara di atas bukit Menurut Soekmono fungsi Candi Borobudur sebagai tempat ziarah untuk memuliakan agama Budha aliran Mahayana dan pemujaan nenek moyang.
————————————————–
Pemugaran
Soekmono dan Stutertheim: Bara dan budur berarti biara di atas bukit Menurut Soekmono fungsi Candi Borobudur sebagai tempat ziarah untuk memuliakan agama Budha aliran Mahayana dan pemujaan nenek moyang.
————————————————–
Pemugaran
d. Upaya pemugaran Candi Borobudur dilakukan
sebanyak dua kali yaitu pertama dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda
dibawah pimpinan Van Erp dan yang kedua dilakukan oleh pemerintah Indonesia
yang diketuai oleh Soekmono (alm).
e. Pemugaran I tahun 1907 – 1911, Pemugaran I sepenuhnya dibiayai oleh
pemerintah Hindia Belanda. Sasaran pemugaran lebih banyak ditujukan pada bagian
puncak candi yaitu tiga teras bundar dan stupa pusatnya. Namun oleh karena
beberapa batunya tidak diketemukan kembali, bagian puncak (catra) stupa, tidak
bisa dipasang kembali. Pemugaran bagian bawahnya lebih bersifat tambal sulam
seperti perbaikan/pemerataan lorong, perbaikan dinding dan langkan tanpa
pembongkaran sehingga masih terlihat miring. Usaha-usaha konservasi telah
dilakukan sejak pemugaran pertama oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan terus
menerus mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap Candi Borobudur,
sementara proses kerusakan dan pelapukan batu-batu Candi Borobudur yang
disebabkan oleh berbagai faktor terus berlangsung. Dan hasil penelitian yang
diadakan oleh suatu panitia yang dibentuk dalam tahun 1924 diketahui bahwa
sebab-sebab kerusakan itu ada 3 macam, yaitu korosi, kerja mekanis dan kekuatan
tekanan dan tegangan di dalam batu-batu itu sendiri (O.V. 1930 : 120-132).
f. Pemugaran II tahun 1973 – 1983, Sesudah usaha pemugaran Van Erp berhasil
diselesaikan pada tahun 1911, pemeliharaan terhadap Candi Borobudur terus
dilakukan. Berdasarkan perbandingan antara kondisi saat itu dengan foto-foto
yang dibuat Van Erp 10 tahun sebelumnya, diketahui ternyata proses kerusakan
pada Candi Borobudur terus terjadi dan semakin parah, terutama pada dinding
relief batu-batunya rusak akibat pengaruh iklim. Selain itu bangunan candinya
juga terancam oleh kerusakan. Dengan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB,
maka secara otomatis Indonesia menjadi anggota UNESCO. Melalui lembaga UNECO
tersebut, Indonesia mulai mengimbau kepada dunia internasional untuk ikut
menyelamatkan bangunan yang sangat bersejarah tersebut. Usaha tersebut
berhasil, dengan dana dari Pelita dan dana UNESCO, pada tahun 1975 mulailah
dilakukan pemugaran secara total. Oleh karena pada tingkat Arupadhatu
keadaannya masih baik, maka hanya tingkat bawahnya saja yang dibongkar. Dalam
pembongkaran tersebut ada tiga macam pekerjaan, yaitu tekno arkeologi yang terdiri
atas pembongkaran seluruh bagian Rupadhatu, yaitu empat tingkat segi empat di
atas kaki candi, pekerjaan teknik sipil yaitu pemasangan pondasi beton
bertulang untuk mendukung Candi Borobudur untuk setiap tingkatnya dengan diberi
saluran air dan lapisan kedap air di dalam konstruksinya, dan pekerjaan kemiko
arkeologis yaitu pembersihan dan pengawetan batu-batunya, dan akhirnya
penyusunan kembali batu-batu yang sudah bersih dari jasad renik (lumut,
cendawan, dan mikroorganisme lainnya) ke bentuk semula.
g. Relief, Disamping maknanya sebagai lambang alam semesta dengan pembagian
vertikal secara filosofis meliputi Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu, Candi
Borobudur mengandung maksud yang amat mulia, maksud ini diamanatkan melalui
relief-relief ceritanya. Candi Borobudur mempunyai 1.460 panil relief cerita
yang tersusun dalam 11 deretan mengitari bangunan candi dan relief dekoratif
berupa relief hias sejumlah 1.212 panil. Relief cerita pada tingkat Kamadhatu
(kaki candi) mewakili dunia manusia menggambarkan perilaku manusia yang masih
terikat oleh nafsu duniawi. Hal ini terlihat pada dinding kaki candi yang asli
terpahatkan 160 panil relief Karmawibhangga yang menggambarkan hukum sebab
akibat. Tingkat Rupadhatu (badan candi) mewakili dunia antara, menggambarkan perilaku
manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, akan tetapi masih
terikat oleh suatu pengertian dunia nyata. Pada tingkatan ini dipahatkan 1.300
panil yang terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha.
Berikut uraian singkat dari relief tersebut:
1. Tingkat I, dinding atas relief Lalitavistara : 120
panilRelief ini menggambarkan riwayat hidup Sang Buddha Gautama dimulai pada
saat para dewa di surga Tushita mengabulkan ermohonan Bodhisattva untuk turun
ke dunia menjelma menjadi manusia bernama Buddha Gautama. Ratu Maya sebelum
hamil bermimpi menerima kehadiran gajah putih dirahimnya. Di Taman Lumbini Ratu
Maya melahirkan puteranya dan diberi nama pangeran Sidharta. Pada waktu lahir
Sidharta sudah dapat berjalan, dan pada tujuh langkah pertamanya tumbuh bunga
teratai. Setelah melahirkan Ratu Maya meninggal, dan Sidharta diasuh oleh
bibinya Gautami. Setelah dewasa Sidharta kawin dengan Yasodhara yang disebut
dengan dewi Gopa. Dalam suatu perjalanan Sidharta mengalami empat perjumpaan
yaitu bertemu dengan pengemis tua yang buta, orang sakit, orang mati membuat
Sidharta menjadi gelisah, karena orang dapat menjadi tua, menderita, sakit dan
mati. Akhirnya Sidharta bertemu dengan seorang pendeta, wajah pendeta itu
damai, umur tua, sakit, dan mati tidak menjadi ancaman bagi seorang pendeta.
Oleh karena menurut ramalan Sidharta akan menjadi pendeta, maka ayahnya
mendirikan istana yang megah untuk Sidaharta. Setelah mengalami empat
perjumpaan tersebut Sidharta tidak tenteram tinggal di istana, akhirnya
diam-diam meninggalkan istana. Sidharta memutuskan enjadi pendeta dengan
memotong rambutnya. Pakaian istana ditinggalkan dan memakai pakaian budak yang
sudah meninggal, dan bersatu dengan orang-orang miskin. Sebelum melakukan
samadi Sidharta mensucikan diri di sungai Nairanjana. Sidharta senang ketika
seorang tukang rumput mempersembahkan tempat duduk dari rumput usang. Di bawah
pohon Bodhi pada waktu bulan purnama di bulan Waisak, Sidharta menerima
pencerahan sejati, sejak itu Sidharta menjadi Buddha di kota Benares.
2. – dinding bawah relief Manohara dan Avadana :
120 panilCerita Manohara menggambarkan cerita udanakumaravada yaitu kisah
perkawinan pangeran Sudana dengan bidadari Manohara. Karena berjasa
menyelamatkan seekor naga, seorang pemburu bernama Halaka mendapat hadiah laso
dari orang tua naga. Pada suatu hari Halaka melihat bidadari mandi di kolam,
dengan lasonya berhasil menjerat salah seorang bidadari tercantik bernama
Manohara. Oleh karena Halaka tidak sepadan dengan Manohara, maka Manohara
dipersembahkan kepada pangeran Sudana, meskipun ayah Sudana tidak setuju.
Banyaknya rintangan tidak dapat menghalangi pernikahan pangeran Sudana dengan
Manohara. Cerita Awadana mengisahkan penjelmaan kembali orang-orang suci,
diantaranya kisah kesetiaan raja Sipi terhadap makhluk yang lemah. Seekor
burung kecil minta tolong raja Sipi agar tidak dimangsa burung elang.
Sebaliknya burung elang minta raja Sipi menukar burung kecil dengan daging raja
Sipi. Setelah ditimbang ternyata berat burung kecil dengan raja Sipi sama
beratnya, maka raja Sipi bersedia mengorbankan diri dimangsa burung elang.
Seorang pemimpin harus berani mengorbankan dirinya untuk rakyat kecil dan semua
makhluk hidup.
3. – langkan bawah (kisah binatang) relief
Jatakamala: 372 panil langkan atas (kisah binatang) relief Jataka:128 panil
Relief ini mempunyai arti untaian cerita jataka yang mengisahkan reinkarnasi
sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai seorang manusia bernama pangeran
Sidharta Gautama. Kisah ini cenderung pada penjelmaan sang Buddha sebagai
binatang yang berbudi luhur dengan pengorbanannya. Cerita jataka diantaranya
kisah kera dan banteng. Kera yang nakal suka mengganggu banteng, namun banteng
diam saja. Dewi hutan menasehati banteng untuk melawan kera, namun banteng
menolak mengusir kera karena takut kera akan pergi dari hutan dan mengganggu
kedamaian binatang-binatang lain. Akhirnya dewi hutan bersujud kepada banteng
karena sikap banteng didalam menjaga keserasian dan kedamaian di hutan. Kisah
jataka lainnya adalah pengorbanan seekor gajah yang mempersembahkan dirinya
untuk dimakan oleh para pengungsi yang kelaparan.
2.
Tingkat
II, dinding relief
Gandawyuha : 128 panil
langkan relief Jataka/Avadana : 100 panil Relief ini mungkin melanjutkan kehidupan Sang Buddha di masa lalu. Beberapa adegan dikenal kembali antara lain terdapat pada sudut barat laut, yaitu Bodhisattva menjelma sebagai burung merak dan tertangkap, akhirnya memberikan ajarannya.
langkan relief Jataka/Avadana : 100 panil Relief ini mungkin melanjutkan kehidupan Sang Buddha di masa lalu. Beberapa adegan dikenal kembali antara lain terdapat pada sudut barat laut, yaitu Bodhisattva menjelma sebagai burung merak dan tertangkap, akhirnya memberikan ajarannya.
3.
Tingkat
III, dinding relief
Gandawyuha : 88 panil
Relief ini menggambarkan riwayat Bodhisattva Maitreya sebagai calon Budha yang akan datang, merupakan kelanjutan dari cerita di tingkat II.
Relief ini menggambarkan riwayat Bodhisattva Maitreya sebagai calon Budha yang akan datang, merupakan kelanjutan dari cerita di tingkat II.
h. Arca, tokoh yang diarcakan: Dhyani Buddha, Manusi Buddha, dan Boddhisatva.
– Jumlah arca : 504 buah
– Jumlah arca : 504 buah
Rincian letak arca :
– Pada tingkat Rupadhatu terdapat 432 arca, ukuran semakin ke atas
semakin kecil dan diletakkan pada relung, dengan rincian: Teras I : 104 arca
Teras II : 104 arca Teras III : 88 arca Teras IV : 72 arca Teras V : 64 arca
– Pada tingkat Arupadhatu terdapat 72 arca dengan ukuran sama dan
diletakkan di dalam stupa, dengan rincian:Teras VI : 32 arca Teras VII : 24
arca Teras VIII : 16 arca
– Pada tingkat Rupadhatu ini terdapat 432 arca Dyani Buddha diletakkan
di dalam relung di segala penjuru arah mata angin yaitu: Arca Dhyani Buddha Aksobya
letak di sisi Timur dengan sikap tangan Bhumisparsamudra, Arca Dhyani Buddha
Ratnasambhawa letak sisi Selatan dengan sikap tangan Waramudra, Arca Dhyani
Buddha Amoghasidha letak di sisi Utara dengan sikap tangan Abhayamudra, Arca
Dhyani Buddha Wairocana di pagar langkan tingkat V dengan sikap Witarkamudra
– Di dalam stupa teras I, II, dan III terdapat arca Dhyani Buddha Vajrasattva dengan sikap tangan Dharmacakramudra
– Arca singa : 32 buahMenurut agama Buddha singa adalah kendaraan sang Buddha pada waktu naik ke surga, simbol kekuatan pengusir pengaruh jahat untuk menjaga kesucian Candi Borobudur.
– Di dalam stupa teras I, II, dan III terdapat arca Dhyani Buddha Vajrasattva dengan sikap tangan Dharmacakramudra
– Arca singa : 32 buahMenurut agama Buddha singa adalah kendaraan sang Buddha pada waktu naik ke surga, simbol kekuatan pengusir pengaruh jahat untuk menjaga kesucian Candi Borobudur.
i.
Stupa, Jumlah
stupa 73 buah dengan rincian 1 buah stupa induk, 32 stupa pada teras melingkar
I, 24 stupa pada teras melingkar II, dan 16 stupa pada teras melingkar III.
Bentuk stupa :
– Stupa induk berongga, tanpa lubang terawang
– Stupa pada teras melingkar berlubang terawang:Lubang belah ketupat pada stupa teras melingkar I dan II Lubang segi empat pada stupa teras melingkar III
– Arti simbolis lubang terawang belah ketupat: Berkaitan dengan filosofi menuju ke tingkat kesempurnaan – Arti simbolis lubang terawang segi empat: Berkaitan dengan filosofi lebih sederhana atau ?sempurna? daripada bentuk belah ketupat yang masih tergolong raya.
Bentuk stupa :
– Stupa induk berongga, tanpa lubang terawang
– Stupa pada teras melingkar berlubang terawang:Lubang belah ketupat pada stupa teras melingkar I dan II Lubang segi empat pada stupa teras melingkar III
– Arti simbolis lubang terawang belah ketupat: Berkaitan dengan filosofi menuju ke tingkat kesempurnaan – Arti simbolis lubang terawang segi empat: Berkaitan dengan filosofi lebih sederhana atau ?sempurna? daripada bentuk belah ketupat yang masih tergolong raya.
j.
Monitoring, Candi
Borobudur setelah selesai dipugar tidak berarti selesai sudah perawatan
terhadap candi tersebut. Tidak ada jaminan kalau Candi Borobudur terbebas dari
proses kerusakan dan pelapukan. Oleh karena itu kantor Balai Konservasi
Borobudur selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan.
Misalnya monitoring melalui kegiatan observasi pertumbuhan mikroorganisme,
observasi stabilitas batu candi, evaluasi struktur candi dan buki, observasi
geohydrologi, observasi sistem drainase, analisis mengenai dampak lingkungan,
dan lain-lain.
k. Perlindungan, Usaha perlindungan dilakukan dengan membuat
mintakat (zoning) pada situs Candi Borobudur yaitu:
– Zone I Area suci, untuk perlindungan monumen dan lingkungan arkeologis (radius 200 m)
– Zone II Zona taman wisata arkeologi, untuk menyediakan fasilitas taman dan perlindungan lingkungan sejarah (radius 500 m)
– Zone III Zona penggunaan tanah dengan aturan khusus, untuk mengontrol pengembangan daerah di sekitar taman wisata (radius 2 km)
– Zone IV Zona Perlindungan daerah bersejarah, untuk perawatan dan pencegahan kerusakan daerah sejarah (radius 5 km)
– Zone V Zona taman arkeologi nasional, untuk survei arkeologi pada daerah yang luas dan pencegahan kerusakan monumen yang masih terpendam (radius 10 km)
Zona I dan zona II dimiliki oleh pemerintah. Zona I dikelola oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur, zona II dikelola oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. Pada zona II juga tersedia fasilitas turis : parkir mobil, loket tiket, pusat informasi, museum, kios-kios, dan lain-lain. Zona III, IV, dan V dimiliki oleh masyarakat, tetapi pemanfaatannya dikontrol oleh pemerintah daerah.
– Zone I Area suci, untuk perlindungan monumen dan lingkungan arkeologis (radius 200 m)
– Zone II Zona taman wisata arkeologi, untuk menyediakan fasilitas taman dan perlindungan lingkungan sejarah (radius 500 m)
– Zone III Zona penggunaan tanah dengan aturan khusus, untuk mengontrol pengembangan daerah di sekitar taman wisata (radius 2 km)
– Zone IV Zona Perlindungan daerah bersejarah, untuk perawatan dan pencegahan kerusakan daerah sejarah (radius 5 km)
– Zone V Zona taman arkeologi nasional, untuk survei arkeologi pada daerah yang luas dan pencegahan kerusakan monumen yang masih terpendam (radius 10 km)
Zona I dan zona II dimiliki oleh pemerintah. Zona I dikelola oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur, zona II dikelola oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. Pada zona II juga tersedia fasilitas turis : parkir mobil, loket tiket, pusat informasi, museum, kios-kios, dan lain-lain. Zona III, IV, dan V dimiliki oleh masyarakat, tetapi pemanfaatannya dikontrol oleh pemerintah daerah.
3.
Nilai Sosiologi
Dari Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan hasil kebudayaaan indonesia
yang sangat berharga dan menujukan adanya nilai yang sangat tinggi yang dapat
dilihat dari seni bangunan, seni rupa, yang terdiri dari seni lukis, termasuk
relief, seni patung, dan seni kerajinan. Dilihat dari segi sosial Candi
Borobudur ini dapat dijadikan sebagai sarana sosialisasi bagi masyarakat
sekitarnya menjadikan Candi Borobudur sebagai objek wisata budaya membawa
dampak positif terhadap bangunan dan situsnya, perlindungan dan pelestarian
sumber daya budaya ini semakin diperhatikan. Pemintakatan (zonasi) yang
dilakukan di situs Candi Borobudur merupakan salah satu upaya untuk melindungi
Candi Borobudur dari kerusakan baik yang disebabkan oleh faktor manusia dan
binatang maupun fatktor alam.
4.
Nilai Ekonomis Dari Candi Borbudur
Dengan segala pesona
dan misterinya, wajar bila banyak orang dari segala penjuru dunia memasukkan
Borobudur sebagai tempat yang harus dikunjungi dalam hidupnya. Selain menikmati
candinya, pengunjung juga bisa berkeliling ke desa-desa di sekitar Borobudur,
seperti Karanganyar dan Wanurejo untuk melihat aktivitas warga pembuat
kerajinan. Pengunjung juga bisa pergi ke puncak Watu Kendil untuk dapat
memandang panorama Borobudur dari atas.
Sebagai kuil Budha
yang terbesar diseluruh dunia, Borobudur adalah salah satu hasil budaya manusia
yang paling sering dikunjungi lebih dari sejuta wisatawan setiap tahunnya. Baik
domestic maupun mancanegara. Tidak ada satupun candi diseluruh dunia yang
menyerupai gaya arsitek candi ini. Candi yang dibangun di pada abad kesembilan
masehi ini sangat pas sekali untuk orang-orang yang memiliki hobi fotografi,
banyak spot menarik yang bisa diambil untuk diabadikan, apabila disaat sunset.
Borobudur penuh dengan ornamen filosofis dimana menyimbolkan secara nyata
tentang perbedaan jalur yang dapat diikuti untuk mencapai tujuan hidup. Relief
yang terukir didinding candi memberitahukan keindahan dalam mempelajari hidup.
Dengan kata lain, Borobudur memiliki jiwa seni, filosofis, dan budaya. Jika
kita berada pada kota Yogyakarta, Borobudur bisa dicapai dengan menggunakan
mobil. Hanya akan memakan waktu sekitar 1jam untuk sampai kesana. Kita dapat
mengikuti tur atau menyewa mobil. Dengan menaiki candi menakjubkan ini, kita
dapat mengagumi setiap relief yang berada pada batu-batu disekeliling kita.
Aneka souvenir berupa
miniatur Borobudur dari perak, gantungan kunci, kaos oblong, hingga kartu pos
bergambar Borobudur bisa kita temui didaerah area candi Borobudur. Relief yang
terukir didinding candi memberitahukan keindahan dalam mempelajari hidup.
Setiap relief memiliki ceritanya masing-masing. Untuk lebih mengerti tentang
maka relief serta sejarah candi ini, kita dapat mengikuti tur atau menyewa
pemandu yang telah mengerti untuk membimbing kita. Dan adapula semacam mitos
yang mengatakan apabila kita berhasil menyentuh figur sang Budha yang terdapat
dalam stupa, maka keinginan yang kita miliki akan terkabul.
BAB III
PEMBAHASAN
Tidak
dapat disangkal bahwa kehadiran wisatawan ke Borobudur telah membawa dampak
positif yang sangat besar pada masyarakat sekitarnya seperti peningkatan
ekonomi rakyat dan terbukanya lapangan kerja baru walaupun juga terdapat dampak
negatif seperti menipisnya nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat
Borobudur.
Ada tiga
macam dampak pariwisata terhadap masyarakat di sekitar Candi Borobudur yang
diteliti, yaitu ekonomi, sosial, dan budaya. Dari tiga macam dampak tersebut,
dampak ekonomi merupakan dampak yang relatif paling mudah untuk diketahui.
a. Ekonomi
Dampak ekonomi dalam konteks
penelitian ini adalah aktivitas-aktivitas baru untuk memperoleh penghasilan
atau sarana untuk bertahan hidup, yang muncul sebagai akibat adanya perubahan
pemanfaatan Candi Borobudur setelah dilaksanakannya pemugaran. Aktivitas untuk
memperoleh penghasilan ini dapat berupa pola-pola baru, misalnya tukar-menukar
barang ataupun jasa seperti munculnya rumah-rumah makan, hotel, pengasong, dan
industri kerajinan.
Jika ada dampak ekonomi positif
seperti dikemukaan di atas, tentu saja ada juga dampak negtifnya. Dampak
negatif terjadi pada beberapa orang yang tanahnya harus dibebaskan untuk
pembangunan Taman Wisata Candi Borobudur. Sebagian dari mereka ada yang dapat
ditampung sebagai karyawan taman wisata tersebut, sebagian lagi mendapat
prioritas untuk memperoleh tempat berjualan atau membuka usaha di sekitar taman
wisata, sedangkan sebagian yang lain hanya memperoleh ganti rugi. Mereka yang
termasuk dalam kategori terakhir inilah yang tampak memperoleh dampak negatif.
b. Dampak Sosial
Berbeda dengan dampak ekonomi yang
tampak begitu jelas, dampak sosial pemanfaatan Candi Borobudur tidak begitu
mudah dipaparkan. Jika aspek sosial dari dampak didefinisikan sebagai aspek
relasi-relasi sosial dan pola-pola perilaku dari warga masyarakat, maka dampak
sosial ini dapat diketahui dengan memperhatikan data tentang relasi-relasi dan
pola-pola perilaku tersebut.
Relasi-relasi baru yang muncul
pascapemugaran atau setelah dijadikannya Candi Borobudur sebagai objek wisata
seperti paguyuban tukang andong, paguyuban pengasong, paguyuban pengkios,
bahkan dalam tataran yang lebih besar muncul beberapa Lembaga Suadaya
Masyarakat (LSM) seperti MAPAN, PATRA PALA, dan lain-lain.
Dampak sosial negatif pemanfaatan Candi
Borobudur untuk pariwisata tidak begitu tampak di desa tempat penelitian.
Dampak sosial negatif justru paling jelas terlihat di kawasan Taman Wisata
Candi Borobudur sendiri. Kehadiran ratusan pengasong dan penjual jasa ini tidak
hanya mempunyai kemungkinan merusak bagian taman dan membahayakan kelestarian
Candi Borobudur itu sendiri, bahkan juga merusak citra pariwisata Indonesia
khususnya di Borobudur.
c. Dampak Budaya
Dampak budaya yang merupakan
perubahan pada sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup, norma, serta
aturan-aturan yang ada dalam suatu masyarakat, sebagai hasil dari terjadinya
perubahan-perubahan tertentu di dalamnya, merupakan dampak yang relatif paling
sulit untuk diketahui. Dampak budaya ini tidak dapat begitu saja diamati, dan
tidak selalu dapat dipaparkan dengan jelas oleh warga masyarakat yang diteliti.
Namun demikian, hal itu dapat diketahui dengan memperhatikan berbagai perilaku
dan interaksi sosial, serta bebagai bentuk ekspresi simbolis lainnya, misalnya
munculnya berbagai macam bentuk kesenian baru.
Perubahan bidang kesenian belum
sepenuhnya dapat dikatakan ada kaitannya dengan pemanfaatan Candi Borobudur
sebagai objek pariwisata. Untuk jenis kesenian tertentu yang muncul setelah
pemugaran, dapat terlihat jelas kaitannya dengan pemanfaatan candi dan
meningkatnya kegiatan pariwisata di Desa Borobudur. Misalnya kesenian kroncong,
cokekan, slawatan/rebana, dan kesenian dayak.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bangsa Indonesia tidak
hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi
juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan. Budaya yang
dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber modal yang besar artinya bagi usaha
penanganan dan peningkatan kepariwisataan.
Candi Borobudur
merupakan salah satu objek wisata yang terletak di desa Borobudur, kecamatan
Borobudur Kabupaten Magelang. Adanya objek wisata Candi Borobudur diharapkan
dapat memberikan sumbangan terhadap daerah dan mendorong masyarakat sekitar
berdagang atau menjual barang yang menjadi ciri khas daerah Wisata Candi
Borobudur.
Proses Perubahan dan
perkembangan Candi borobudur dapat dirasakan dalam aspek sejarah, geografis,
ekonomis, serta sosiologi dalam kehidupan, yang dapat meningkat taraf
kebudayaan.
B. Saran
Pengelolaan yang disertai dengan
perawatan dari segala aspek kehidupan akan kepentingan suatu peninggalan budaya
candi borobudur sangat penting untuk ditingkatkan, karena keberlangsungan candi
borobudur sangat mempengarugi proses perubahan dan perkembangan kehidupan.
0 komentar:
Posting Komentar